Bengkulu, jejakkeadilan.com- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu harus bersikap tegas terhadap PT Pertamina Patra Niaga, dalam hal penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) Bio Solar untuk Provinsi Bengkulu.
Mengingat dalam penyalurannya diduga tidak masuk akal, terlebih jika dibandingkan dengan kuota yang diberikan.
Pernyataan itu diungkapkan Anggota Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu, H. Yurman Hamedi, dalam keterangannya.
“Terkait masalah itu, kita (DPRD,red) sudah melakukan kunjungan Kementerian ESDM RI. Selanjutnya tinggal meminta klarifikasi dari Pertamina, terutama berkaitan dengan penyaluran bio solar yang terkesan tidak masuk akal ketika dibandingkan dengan kuota untuk Provinsi Bengkulu,” ujarnya pada Rabu, (5/8/2022).
Menurutnya, berdasarkan data yang diperoleh, kuota bio solar untuk Bengkulu pada tahun ini sebanyak 113 ribu ton, dan 2 ribu ton diantaranya diperuntukkan bagi nelayan.
Dengan demikian kuota untuk masyarakat umum sekitar 111 ribu ton, yang dikalkulasikan selama setahun yang memiliki 365 hari, dari sana penyaluran bio solar ke SPBU sebanyak 304 ton per harinya.
Sementara, kendaraan yang menggunakan bio solar per harinya berkisar antara 800 hingga 1.000 unit.
“Kita rata-ratakan saja, 1.000 unit kendaraan itu setiap harinya menggunakan bio solar 100 liter. Berarti dalam sehari baru menghabiskan bio solar sekitar 100 ton. Jadi kemana 200 tonnya lagi,” sesal Anggota DPRD Provinsi Bengkulu Dapil Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah ini.
Atas dasar itu, kata Yurman, pihaknya bakal memanggil Pertamina untuk meminta klarifikasi, terutama berkaitan dengan penyaluran bio solar. Mengingat jika mengacu pada kalkulasi tersebut, tidak masuk akal ketika terjadi antrian panjang kendaraan untuk mendapatkan bio solar di SPBU.
“Persoalan bio solar ini memberikan dampak yang besar terhadap masyarakat, baik dari sisi sosial dan ekonomi. Jangan sampai berlanjut lagi akibat kepentingan sepihak, masyarakat kita yang dikorbankan. Apalagi jika persoalan ini tidak segera disikapi dengan serius, pihaknya meyakini bakal berimbas pada peningkatan angka kemiskinan. Untuk itu Gubernur harus tegas pada Pertamina. Karena kondisi saat ini seolah-olah Pertamina yang menjadi operator perekonomian di daerah kita,” tukas Yurman. (adv)