Bengkulu, jejakkeadilan.com – Hampir setiap tahun di Provinsi Bengkulu terjadi konflik di lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang melibatkan antara warga dengan perusahaan perkebunan.
Hal ini pun mendapat perhatian dari Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Dempo Xler. Apalagi, saat ini akan memasuki masa perpanjangan HGU. “HGU masih berkonflik, antara warga dan perusahaan. Sebaiknya tidak diperpanjang lagi HGU-nya. Kalau ada mengajukan kami merekomendasikan kepada pemda tolak saja,” ungkap Dempo.
Apalagi, ia sudah banyak menerima pengaduan datang dari masyarakat terkait persoalan ini. Dari curhatan masyarakat ini, rata-rata dari masyarakat desa yang merupakan lokasi dari perusahaan tersebut. “Semua HGU perkebunan yang sudah habis masa waktu izinnya, sebaiknya dikembalikan ke masyarakat. Dibagikan rata ke masyarakat desa penyanggah dan masyarakat yang belum memiliki kebun untuk memperoleh kehidupan,” saran Dempo.

Hal ini, lanjutnya, sesuai dengan amanat Undang-Undang Agraria bahwa pemerintah harus menyiapkan lahan untuk penghidupan rakyat minimal 2 ha, agar rakyat memperoleh kehidupan kehidupan yang layak. “Kalau tidak mungkin dikembalikan semua lahan HGU itu, maka pilihan terburuknya silakan perpanjangan HGU, dengan catatan bahwa perusahaan yang memperpanjang ini benar-benar punya dampak positif, dampak baik untuk masyarakat sekitar, ” papar Dempo.
Ia menjelaskan bila keputusan untuk memperpanjang HGU ini diambil. Maka ada beberapa poin yang harus ditaati oleh perusahaan. Pertama, HGU harus diinklapkan untuk publik, misalnya pembangunan arena desa penyanggah, pasar, pembangunan kantor desa. “Dan masyarakat di sekitar desa penyanggah itu diberikan plasma. Walaupun plasma diperbolehkan di kabupaten, tapi utamakan dulu di desa penyanggah, ” jelasnya.
Kemudian, tidak boleh ada tindakan anarkisme dari pihak perusahaan ke warga. Tidak mungkin warga itu mengusik sebuah HGU jika bukan untuk kebutuhan ekonomi. “Pengusaha, jangan meremehkan rakyat karena tanpa rakyat tidak mungkin bisa menikmati HGU itu,” ingat Dempo.
Ia juga meminta pemerintah membentuk tim khusus untuk melakukan audit terhadap PT Bimas Raya Sawitindo (BRS) karena bisa jadi PT BRS juga diduga melanggar kewajibannya terhadap pajak.
Terbaru,menyoroti kejadian di Bengkulu Utara itu. Dimana Polres Bengkulu Utara memeriksa 11 warga yang terlibat dalam aksi demo berujung rusuh di perusahaan perkebunan PT BRS Air Napal. (Adv/TB)
3 Komentar