Blitar.jejakkeadilan.com – El Nino yang memicu kemarau panjang sejak pertengahan Mei hingga Oktober 2023 ini berdampak besar pada sektor pertanian Kota Blitar. Tidak adanya hujan membuat debit air sungai di wilayah Kota Blitar mengering.
Akibatnya, para petani di Bumi Bung Karno tidak bisa menanam padi. Data Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Blitar sejak diterpa El Nino, tidak ada petani di Kota Blitar yang menanam padi.
Imbasnya kini Pemerintah Kota Blitar terpaksa harus mengandalkan stok pangan dari daerah lain. “Ini karena tidak ada yang menanam padi ya jadi kami menggantungkan stok dari wilayah sekitar karena memang kondisinya seperti itu,” kata Plt. DKPP Kota Blitar, Dewi Masitoh, Selasa (17/10/2023).
Kota Blitar sendiri sejatinya memang tidak memiliki lahan pertanian yang luas. Dari data DKPP, luas lahan pertanian di Kota Blitar terus mengalami penyusutan 10 hektare per tahun.
Data DKPP Kota Blitar juga menyebutkan, di 2016 luas lahan pertanian masih mencapai 1.085 hektare. Pada 2018, luas lahan pertanian tinggal 1.065 hektare. Artinya, selama dua tahun terjadi penyusutan lahan pertanian seluas 20 hektare.
Luas lahan tersebut digunakan oleh para petani untuk menanam sejumlah tanaman mulai dari padi, jagung, hingga kedelai. Namun akibat kemarau panjang, tidak ada petani di Blitar yang menanam padi.
Mereka kini memilih menanam sejumlah tanaman yang tidak membutuhkan banyak air, seperti jagung hingga kedelai. Hal itu dilakukan para petani demi menghindari terjadinya gagal panen.
“Laporan yang kami terima sudah ada beberapa petani yang melaporkan kekurangan air, di musim kemarau ini,” imbuhnya. Tidak adanya panen padi ini, tentu membuat stok beras di pedagang menipis. Imbasnya harga beras di pasaran melonjak naik.
Hingga saat ini harga beras untuk jenis premium, masih berkisar di angka Rp70 ribu per 5 kilogram. Harga itu naik signifikan dari sebelumnya yang hanya berkisar Rp55 ribu per 5 kilogram. “Kami terus memantau ke lapangan terkait laporan masyarakat yang mengalami kekeringan,” imbuhnya (Zun)