Memotret Upaya Mitigasi Konflik Manusia dan Harimau di Mukomuko

Mukomuko, JejakKeadilan.com – Warga Desa Mekar Jaya, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, tetap menjalani aktivitas sehari-hari meskipun konflik dengan harimau masih menjadi ancaman.

Kejadian terbaru terjadi pada (20/2), saat seekor anak sapi ditemukan mati akibat dimangsa harimau di perkebunan kelapa sawit setempat.

Bacaan Lainnya

Insiden ini menambah daftar panjang konflik manusia dengan satwa liar yang telah terjadi di wilayah tersebut dalam beberapa bulan terakhir.

Sejak awal Januari 2025, konflik harimau dengan manusia di Kabupaten Mukomuko telah menelan korban jiwa dan hewan ternak. Pada 7 Januari 2025, seorang warga Desa Tunggal Jaya, Ibnu Oktavianto (22), ditemukan meninggal dunia setelah diterkam harimau di kebun kelapa sawit.

Sehari setelah insiden tersebut, seekor sapi milik warga Desa Mekar Jaya juga ditemukan mati akibat serangan harimau.

Situasi tersebut sempat membuat warga sekitar, termasuk di Desa Tunggal Jaya dan Desa Mekar Jaya, membatasi aktivitas mereka di luar rumah.

Banyak petani takut pergi ke kebun untuk memanen sawit, menyebabkan buah sawit matang dibiarkan membusuk atau dicuri oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Bahkan, delapan sekolah di Kecamatan Teras Terunjam sempat menerapkan pembelajaran daring untuk melindungi anak-anak dari ancaman harimau.

Namun, Kepala Desa Mekar Jaya, Mulyatman, memastikan bahwa saat ini aktivitas warga sudah kembali normal. Meski demikian, warga tetap meningkatkan kewaspadaan, terutama saat bepergian ke kebun.

Menurut Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Provinsi Bengkulu, salah satu alasan utama harimau keluar dari habitatnya adalah kelangkaan mangsa di hutan. Ketua PDHI Cabang Bengkulu, Yeni Misra, menjelaskan bahwa populasi babi hutan—mangsa utama harimau—menurun drastis akibat wabah penyakit African Swine Fever (ASF). Selain itu, alih fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit juga turut mempersempit ruang gerak harimau, memaksanya berburu di area yang lebih dekat dengan permukiman manusia. “Kalau tidak ada lagi mangsa dalam kawasan hutan dan hutan juga sudah beralih fungsi menjadi kebun kelapa sawit, bagaimana satwa dilindungi ini mencari makan?” kata Yeni. (**)