Bengkulu, Jejakkeadilan.com – UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu terus menunjukkan komitmennya sebagai perguruan tinggi keagamaan Islam yang memiliki distingsi Gender dan Moderat. Salah satu bentuk nyata komitmen tersebut diwujudkan melalui kegiatan diseminasi pengetahuan dan penguatan jejaring untuk kemaslahatan perempuan dan anak, yang dilakukan oleh Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA). Pada Rabu, 4 Juni 2025, PSGA menggelar Focus Group Discussion (FGD) secara daring untuk membahas implementasi program Pesantren Ramah Anak (PRA), sebuah inisiatif strategis dari Kementerian Agama. Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Yusi Damayanti selaku Kasubdit Pendidikan Salafiyah dan Kajian Kitab Kuning Direktorat Pontren Kemenag RI, serta Ernawati dari Pondok Pesantren Nurul Huda Cibojong Garut.
Dalam paparannya, Yusi Damayanti menjelaskan roadmap nasional PRA berdasarkan KMA Nomor 91 Tahun 2025 yang mencakup lima tahapan: Penguatan Perspektif (2025), Transformasi Sistemik (2026), Pengarusutamaan Budaya (2027), PRA sebagai Model Pengembangan Pesantren (2028), dan pada tahun 2029, pesantren diharapkan menjadi model institusi pendidikan ramah anak secara nasional. Tercatat, pada tahun ini terdapat 512 pesantren yang menjadi pilot project PRA secara nasional, dengan 10 pesantren di antaranya berada di Provinsi Bengkulu. Kesepuluh pesantren tersebut tersebar di berbagai kabupaten/kota, termasuk Ponpes Al-Qur’an As-Syakur di Kota Bengkulu dan Ponpes Baitul Qur’an di Mukomuko.
Sementara itu, Ernawati berbagi pengalaman praktik baik implementasi PRA di Ponpes Nurul Huda Cibojong, khususnya dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. la menekankan pentingnya kehadiran standar operasional prosedur (SOP) yang jelas, komitmen pimpinan pesantren, dan kolaborasi lintas lembaga sebagai elemen kunci keberhasilan. Kepala PSGA UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu, Ahmad Syarifin, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pihaknya menyambut baik sinergi dengan Direktorat Pesantren Kemenag dalam mendukung pendampingan implementasi PRA. la menyatakan bahwa PSGA bersama focal point gender UIN FAS Bengkulu siap terlibat aktif dalam proses pendampingan kepada 10 pesantren pilot project agar memenuhi seluruh indikator Pesantren Ramah Anak, seperti keberadaan regulasi kelembagaan, SOP, dan sistem evaluasi yang terukur.
Sebagai tindak lanjut, focal point gender akan dilibatkan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang responsif gender, terutama dalam bentuk pendampingan langsung terhadap pesantren-pesantren yang ditetapkan. Ahmad Syarifin menegaskan bahwa kampus harus berperan aktif sebagai agen transformasi sosial, termasuk dalam menjadikan pesantren sebagai ruang yang aman, inklusif, dan ramah bagi tumbuh kembang anak.(adv)