Bengkulu, JejakKeadilan.com — Tim Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu terus mengusut kasus dugaan korupsi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) terkait Mega Mall dan PTM Kota Bengkulu. Kini, status tersangka resmi disandang oleh Budi Laksono (BL), Komisaris Utama PT Dwisaha Selaras Abadi. BL menjadi tersangka ketujuh yang dijerat dalam kasus yang memicu kerugian negara bernilai fantastis itu.
Hari Selasa (24/6/2025), tersangka BL ditangkap secara paksa di Tangerang Selatan setelah tiga kali mangkir dari panggilan penyidik. “Kami melakukan penangkapan dengan bantuan tim Intelijen Kejaksaan Agung RI karena tersangka tidak dapat ditemukan di alamatnya,” jelas Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Bengkulu, Ristianti Andriani, dalam keterangannya, Rabu (25/6/2025).
Budi Laksono diduga turut serta bersama tersangka lainnya dalam menjaminkan tanah atau lahan Mega Mall dan PTM milik Pemerintah Kota Bengkulu tanpa kewenangan yang sah. Tanah tersebut awalnya berstatus Hak Pengelolaan Lahan (HPL) pada tahun 2004 sebelum diubah menjadi Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). SHGB tersebut kemudian dipecah dan dimanfaatkan sebagai agunan ke beberapa bank oleh pihak ketiga. Akibat tunggakan kredit, SHGB kembali diagunkan, bahkan hingga melibatkan pihak ketiga lainnya.
Saat ini, BL berada di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sebelum dijadwalkan akan dipindahkan ke Bengkulu untuk pemeriksaan lanjutan oleh penyidik.
Sebelum Budi Laksono, Kejati Bengkulu telah menetapkan enam tersangka lain dalam kasus ini. Mereka adalah Ahmad Kanedi (mantan Wali Kota Bengkulu periode 2007-2012 sekaligus mantan anggota DPD), Direktur Utama PT Tigadi Lestari Kurniadi Begawan (KB), Direktur Utama PT Dwisaha Selaras Abadi Wahyu Laksono (WL), Direktur PT Tigadi Lestari Hariadi Benggawan (HB), Komisaris PT Tigadi Lestari Satriadi Benggawan (SB), serta mantan pejabat BPN Kota Bengkulu, Chandra D. Putra (CDP).
Kerugian negara dalam kasus ini masih dihitung oleh tim audit. Namun, dugaan kerugian yang terjadi sejak tahun 2004 diperkirakan mencapai Rp250 miliar. Ironisnya, sejak peresmian pusat perbelanjaan modern Mega Mall dan PTM Kota Bengkulu pada 2004 hingga sekarang, tak ada pendapatan atau pajak yang disetorkan ke kas daerah Pemkot Bengkulu.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan mencerminkan perlunya penegakan hukum lebih tegas terhadap tindak pidana korupsi yang melemahkan kesejahteraan rakyat serta merugikan negara secara signifikan. (**)