Galangan Kapal di Tanjung Mayat Diduga Kebal Hukum, Ketua GWI: Ada Kekuatan yang Menutup Mata, Ada Apa Dengan APH?

raktik ilegal yang merusak hutan dan hukum kembali mencuat di Kabupaten Kepulauan Meranti. Sebuah galangan kapal di Tanjung Mayat diduga kuat menjadi tempat penampungan sekaligus pemanfaatan kayu hutan alam tanpa dokumen resmi. Galangan yang disebut-sebut milik seorang pengusaha lokal bernama Aseng ini kini menjadi sorotan tajam.

Meranti, JejakKeadilan.com – Raktik ilegal yang merusak hutan dan hukum kembali mencuat di Kabupaten Kepulauan Meranti. Sebuah galangan kapal di Tanjung Mayat diduga kuat menjadi tempat penampungan sekaligus pemanfaatan kayu hutan alam tanpa dokumen resmi. Galangan yang disebut-sebut milik seorang pengusaha lokal bernama Aseng ini kini menjadi sorotan tajam.

Hasil investigasi tim media di lapangan, Minggu (27/07/2025), menemukan tumpukan besar kayu log yang diduga berasal dari kawasan hutan alam dan tidak disertai dokumen legalitas sesuai ketentuan. Kayu-kayu itu digunakan dalam pembangunan enam unit kapal yang tengah dikerjakan di dalam area galangan.

Bacaan Lainnya

Akses ke lokasi terpantau sangat tertutup. Galangan kapal itu dikelilingi pagar tinggi dan dijaga ketat. Saat tim media mencoba mengonfirmasi kepada pemilik usaha, Aseng, yang bersangkutan tidak berada di tempat dan hingga kini belum dapat dihubungi.

GWI Meranti: “APH Diduga Membiarkan, Ada Kekuatan yang Menutup Mata?”

Ketua DPC Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Kabupaten Kepulauan Meranti, Jamaluddin, secara terbuka mengecam keras dugaan pembiaran aktivitas ilegal tersebut. Ia menyebut bahwa galangan kapal milik Aseng diduga telah lama menjadi pusat penampungan kayu ilegal olahan dari hutan alam, namun tak tersentuh oleh aparat penegak hukum (APH).

“Ini bukan rahasia lagi. Galangan itu diduga tempat penampungan kayu ilegal terbesar di Meranti. Tapi sampai sekarang tidak pernah disentuh hukum. APH diduga sengaja membiarkan. Ada apa? Ada kekuatan besar yang menutup mata? Ini pelecehan terhadap hukum,” tegas Jamaluddin.

Ia mendesak Polres Meranti, Polda Riau, dan Balai Gakkum KLHK agar tidak tutup mata dan segera bertindak tegas.

“Kalau hukum dibiarkan lumpuh oleh pengusaha seperti ini, kita tak bisa lagi bicara soal keadilan. Kita akan laporkan ke Gakkum dan Kementerian Lingkungan Hidup. Kami siap kawal ini sampai ke pusat,” tegasnya.

Potensi Pelanggaran UU P3H

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), setiap orang yang mengangkut, menguasai, atau memiliki kayu hasil hutan tanpa izin dapat dikenai sanksi pidana berat, termasuk penjara dan denda miliaran rupiah.

Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian, Dinas Kehutanan Provinsi Riau, maupun Balai Gakkum.

Warga Meranti: “Penegakan Hukum Harus Adil!”

Beberapa warga di sekitar lokasi turut mengungkapkan keresahan. Mereka mengaku heran mengapa aktivitas yang mencolok dan masif seperti itu bisa dibiarkan bertahun-tahun tanpa tindakan berarti.

“Kami hanya rakyat kecil, kalau kami salah sedikit langsung ditindak. Tapi pengusaha besar seperti ini malah aman-aman saja. Hukum hanya tajam ke bawah?” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya. (TIM)