Site icon Jejak Keadilan

Hutan Meranti Terancam Gundul, Penebangan Liar Jadi Ancaman Ekosistem

Praktik pembalakan liar semakin marak di Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Aktivitas ilegal ini menarik perhatian serius Ketua DPC Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Kepulauan Meranti, yang menilai tindakan tersebut turut merugikan alam dan masyarakat.

Meranti, JEJAKKEADILAN.COM – Maraknya aktivitas pembabatan hutan secara ilegal di wilayah Kecamatan Tebing Tinggi Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti, Prov insi Riau, menjadi perhatian serius Ketua DPC Gabungan Wartawan Indonesia (GWI) Kepulauan Meranti. Aksi penebangan yang dilakukan secara masif dan tanpa izin itu diduga kuat melibatkan pihak-pihak pencari keuntungan pribadi dengan dalih membuka lapangan kerja bagi masyarakat, Minggu (19/10/2025).

Berdasarkan laporan warga beberapa waktu lalu, Jamaludin selaku Ketua GWI Kabupaten kepulauan Meranti bersama tim investigasi turun langsung ke lokasi pembabatan hutan di Desa Tanjung Peranap. Dari hasil peninjauan, tim menemukan ribuan keping kayu olahan berbentuk balok yang diduga siap dikirim ke Batam.

“Kami sangat khawatir karena hutan di sekitar desa ini sudah hampir gundul. Sementara pekerja yang beroperasi bukan semuanya warga sini, banyak yang datang dari luar daerah,” ungkap salah seorang warga.

Tim GWI juga mewawancarai seorang pekerja rakit kayu yang menyebut penanggung jawab lapangan berinisial RN, dan pemilik kayu atau bos yang mengatur pengiriman ke Batam berinisial EP.
“Kami cuma pekerja rakit, dibayar untuk menyusun dan mengikat kayu supaya siap diangkut,” ujarnya.

Ketua DPC GWI Meranti menegaskan bahwa praktik tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan.

“Ada pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, yang dengan tegas melarang setiap orang menebang, mengangkut, menguasai, atau memperniagakan hasil hutan tanpa izin resmi. Selain itu, kegiatan ini juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa pelaku maupun pihak yang memfasilitasi kegiatan penebangan liar dapat dikenakan sanksi pidana berat. Berdasarkan Pasal 82 ayat (1) huruf a UU 18/2013, setiap orang yang menebang pohon di kawasan hutan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.

GWI Meranti pun mendesak aparat kepolisian, Dinas Kehutanan, dan pemerintah daerah agar segera menindaklanjuti laporan masyarakat tersebut.

“Kami meminta aparat turun ke lapangan dan mengusut siapa aktor utama di balik pembabatan hutan ini. Negara tidak boleh kalah oleh para pelaku perusakan hutan. Ini menyangkut masa depan ekosistem dan keselamatan masyarakat Meranti,” tegas Ketua DPC GWI.

Ia juga menambahkan, hutan di Meranti memiliki fungsi penting sebagai penyangga kehidupan, pencegah abrasi, dan pelindung kawasan pesisir. “Jika dibiarkan, bukan hanya lingkungan yang rusak, tetapi juga ekonomi masyarakat pesisir yang bergantung pada alam akan ikut hancur,” pungkasnya (TIM)

Exit mobile version