Mandailing Natal, jejakkeadilan.com – Di balik gemerlapnya industri pertambangan emas ilegal di Kotanopan, Mandailing Natal (Madina), tersembunyi jaringan pemodal dan pemain yang kompleks Diduga inisial P dan B.
PETI Kotanopan bukan hanya sekedar cerita tentang dua pemodal besar yang sering menjadi sorotan media, ada lebih banyak tokoh yang beroperasi di balik layar, memanfaatkan celah hukum dan kevakuman penegakan aturan untuk mengeruk keuntungan, “ungkap salah satu narasumber yang tidak mau di sebut namanya, Jum’at (12/4/2024).
Kegiatan PETI di Kotanopan telah lama menjadi sorotan karena dampak lingkungannya yang merusak sungai Batang Gadis, yang mengairi sawah di tiga kecamatan, terancam akibat limbah pertambangan.
Meskipun ada upaya penertiban, aktivitas PETI dengan alat berat ekskavator terus beroperasi, diduga kuat dibekingi oleh APH. Hal ini menimbulkan pertanyaan: siapa sebenarnya pemodal dan pemain di balik PETI Kotanopan? “Dikritik oleh narasumber yang tidak mau disebut namanya.
Menurut informasi yang dihimpun, ada indikasi bahwa jaringan ini melibatkan lebih dari sekedar pemodal lokal, ada dugaan keterlibatan pihak-pihak dari luar daerah, bahkan ada juga yang Diduga Aparat Penegak Hukum (APH) dan Pemerintah yang melihat PETI Kotanopan sebagai ladang investasi yang menggiurkan.
“Apakah mereka ini, yang mungkin tidak pernah menginjakkan kaki di Kotanopan, mendapatkan keuntungan dari eksploitasi sumber daya alam tanpa memikirkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, “ucap salah satu masyarakat yang tidak mau disebut namanya.
“Pertanyaan yang juga penting untuk diajukan adalah bagaimana sistem perizinan dan pengawasan yang seharusnya mengatur aktivitas pertambangan ini bisa begitu lemah?
Apakah ada celah dalam peraturan yang dimanfaatkan oleh para pemodal ini? Atau adakah keterlibatan oknum-oknum tertentu yang memungkinkan operasi PETI berlangsung tanpa hambatan?
“Sebelumnya Pada awal Maret 2024, Polres Mandailing Natal berhasil mengamankan dua unit alat berat di lokasi PETI Desa Sabadolok, Kecamatan Kotanopan.
Kapolres Madina, AKBP Arie Sofandi Paloh SH SIK menyoroti bahwa PETI di Kotanopan telah menjadi perhatian serius, dan pihaknya akan mengambil pendekatan persuasif dalam menyelesaikan masalah tersebut.
“Polres Madina telah beberapa kali melakukan peninjauan langsung ke lokasi pertambangan emas dan berhasil mengamankan dua unit Excavator. Kami berharap semua pihak dapat berkontribusi untuk mencari solusi terbaik dalam penanganan PETI ini, “ungkapnya.
Pendekatan persuasif yang diusung oleh Kapolres Paloh menunjukkan upaya untuk menyelesaikan masalah PETI dengan melibatkan berbagai pihak secara kooperatif, bukan melalui tindakan represif semata.
Disisi lain, AKBP Arie Sofandi Paloh, telah menyatakan bahwa penyelidikan masih berlangsung dan nama-nama pemain di balik PETI Kotanopan sudah dikantongi. Namun, hingga saat ini, belum ada informasi lebih lanjut mengenai tindak lanjut dari hasil penyelidikan tersebut. Ini menimbulkan kekhawatiran bahwa tanpa transparansi dan tindakan tegas, PETI Kotanopan akan terus berlanjut.
Dalam konteks ini, peran media dan masyarakat sipil menjadi sangat penting. Mereka harus terus mengawasi dan menuntut transparansi dari pihak berwenang. Harus ada tekanan yang konstan agar penegakan hukum tidak hanya berhenti pada penangkapan alat berat, tetapi juga menjerat para pemodal besar dan pemain kunci yang memungkinkan PETI Kotanopan beroperasi.
Ditambahkan, salah satu Lembaga di Tabagsel BH angkat bicara terkait Peti di Kotanopan dan menyimpulkan, PETI Kotanopan adalah contoh nyata dari kompleksitas masalah pertambangan ilegal di Indonesia.
Di balik operasi yang tampaknya sederhana, terdapat jaringan pemodal dan pemain yang luas dan berlapis, untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif, mulai dari penegakan hukum yang tegas hingga reformasi sistem perizinan dan pengawasan.
Hanya dengan demikian, kerusakan lingkungan dan eksploitasi sumber daya alam dapat dihentikan, “jelas BH.
“Dari pantauan dan informasi dilapangan yang di dapatkan oleh awak media, ada beberapa alat berat yang masih terus beroperasi, bahkan Diduga Pemerintah dan APH mendapatkan FEE 10% dari setiap keuntungan yang dilakukan oleh Pemodal PETI. (RH28)