Bengkulu, Jejakkeadilan.com – Sebelum dibentuk menjadi Daerah Tingkat I Provinsi, Bengkulu merupakan sebuah keresidenan yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda dengan status daerah administrasi di bawah koordinasi Gubernur Sumatera. Status itu terus berlanjut di zaman penjajahan Jepang.
Di masa Republik Indonesia, dengan terbentuknya sub-Provinsi Sumatera Selatan pada bulan Mei 1946 berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, untuk pertama kali Keresidenan Bengkulu berada di bawah koordinasi Palembang. Di masa ini yang menjabat sebagai Gubernur Muda, berturut-turut, dr. A.K. Gani dan dr. M. Isa (sejak
Oktober 1946).
Di masa aksi militer Belanda ke-1, ibukota sub-Provinsi Sumatera Selatan dipindah ke Curup. Pada tanggal 15-04-1948 sub-Provinsi Sumatera Selatan ditingkatkan menjadi Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 dengan dr. M. Isa sebagai Gubernur pertama, yang berkedudukan di Curup dengan tetap terdiri dari:
1. Keresidenan Palembang
2. Keresidenan Bangka Belitung
3. Keresidenan lampung
4. Keresidenan Bengkulu
Di masa Republik Indonesia Serikat, sejak penyerahan kedaulatan tanggal 27 – 12 – 1949, Bengkulu menjadi ibukota Negara Bagian Sumatera Selatan, dan baru kembali ke Palembang pada tanggal 18-03-1950 dengan bubarnya Negara Sumatera Selatan bikinan Belanda.
Menjelang terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 – 08 – 1950 berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Provinsi Sumatera Selatan dibentuk dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang Nomor 3 tahun 1950 tanggal 15 – 08 – 1950 yang wilayahnya meliputi empat keresidenan: Palembang, Bangka – Belitung, Lampung, dan Bengkulu.
Dengan Peraturan Pemerintah yang sama, ditetapkan pula penghapusan pemerintahan empat daerah keresidenan tersebut serta pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Keresidenan. Namun, dalam kenyataannya keresidenan-keresidenan tersebut, sesudah tanggal 15 – 08 – 1950 masih tetap berdiri, dalam mana sampai tahun 1964, M. Ali Amin, SH masih ditunjuk dan bertugas sebagai Residen Bengkulu terakhir.
Masih berlanjutnya eksistensi keresidenan dan masih berfungsinya jabatan Residen, dibandingkan dengan keadaan di Jawa, didapat penjelasan antara lain:
Bahwa P.P. yang membentuk provinsi tidak mempunyai kekuatan untuk mengubah ordonantie (undang-undang) yang menjadi dasar kekuasaan Residen;
Bahwa apabila jabatan Residen sebagai alat perlengkapan Pemerintah Pusat hendak dihapus, pelaksanaannya baru dapat ditetapkan sesudah ditentukan penyerahan kekuasaan dengan melalui saluran perubahan undang-undang menurut hukum ketatanegaraan yang wajar, sehingga sebelum hal – hal itu terjadi, perlu ditegaskan masih ada daerah administrasi keresidenan serta masih ada pejabat Residen dengan kedudukan tertentu.
Penghapusan keresidenan diatur dengan peraturan Presiden tanggal 25 – 10 – 1963 Nomor 22 Tahun 1963 tentang penghapusan keresidenan dan kewedanaan, yaitu keputusan MDN tanggal 16-11-1965 Nomor 69 Tahun 1965.
Sementara itu, menurut ketentuan dalam pasal 2 dari Peraturan Presiden tersebut, bahwa:
“Pelaksanaan penghapusan dalam wilayah suatu daerah sebagaimana dimaksudkan pada pasal 1 atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Daerah Tingkat I yang bersangkutan, dilakukan dengan Keputusan Menteri Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, kecuali bagi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Raya dilakukan dengan keputusan Menteri Pertama.”
Sepanjang dimaklumi, belum ada DPRD-GR Provinsi Sumatera Selatan membuat usul dimaksud.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penghapusan Keresidenan Bengkulu berlaku bersamaan dengan peningkatannya menjadi Provinsi Daerah Tingkat I.
Pembentukan Provinsi Bengkulu, sebagai peningkatan dari bekas keresidenan Bengkulu, bukan inisiatif Pemerintah, melainkan semata – mata hasil perjuangan rakyat Bengkulu. Gagasan perjuangan untuk meningkatkan Keresidenan Bengkulu menjadi Provinsi telah cukup lama berkembang, semenjak tahun 1947 yang dipelopori oleh alm. Bapak Prof. Dr. Hazairin, SH dan alm. M. Hasan yang pada waktu itu masing-masing menjabat sebagai Residen Bengkulu dan Bupati Rejang Lebong. Akan tetapi, gagasan itu hilang terbawa oleh suasana yang belum mengijinkan. Kemudian sekitar tahun 1951 gagasan tersebut mengumandang kembali dalam suasana yang juga belum memungkinkan untuk berkembang.
Gagasan yang terpendam dan tersimpan itu kemudian sekitar tahun 1960 kembali berkembang dalam cara yang lain. Pada waktu itu gagasan ini berbentuk perjuangan perorangan (individual) yang disebarkan dari individu ke individu yang lain dengan jaringan Bengkulu-Jakarta. Secara umum terbuka perjuangan ini berbentuk badan atau organisasi yang agak teratur sejak tanggal 29 – 08 – 1962 pada waktu masa Saudara St. Ja’cub Bachtiar dalam jabatannya sebagai wakil ketua DPRD-GR Kabupaten Bengkulu Utara mengambil prakarsa mengadakan rapat pertama yang dihadiri oleh beberapa orang pemuka masyarakat kota Bengkulu, baik yang dianggap mewakili atau atas nama partai politik yang diwakilinya maupun sebagai pejabat resmi dalam daerah ini.
Setelah diadakan diskusi yang ditujukan kepada pembangunan daerah Bengkulu pada umumnya, dengan kesepakatan bersama diambillah kesimpulan untuk memperjuangkan “Bengkulu menjadi provinsi yang berotonomi penuh.” Guna mengatur dan memimpin perjuangan ini, dibentuk sebuah Badan yang dikenal dengan nama “Panitia 9” diketuai oleh saudara St. Ja’cub Bachtiar. Dari sinilah perjuangan berkembang. Jangkauan gerakannya bertambah luas dan intensif.
Sesuai dengan perkembangan, organisasi perjuangan dikonsolidasikan:
- Berupa Panitia Persiapan Daerah Tingkat I Bengkulu, yang semula beranggotakan 62 orang, yaitu setiap daerah Tingkat II 15 orang ditambah dengan 2 orang anggota DPRD-GR Provinsi Sumatera Selatan Bengkulu, dengan perincian: 12 orang anggota duduk sebagai anggota Presidium 4 orang anggota duduk sebagai Sekretaris Jenderal dan wakil – wakilnya 44 orang anggota duduk dalam biro – biro
- Kemudian ditetapkan presidium beranggotakan 17 orang yang terdiri dari 4 orang ketua dari DPRD-GR Tingkat II dan selebihnya dari parpol dan ormas. Struktur organisasi terdiri atas: Presidium, Sekretariat dengan 4 Biro, Panitia Tingkat Kabupaten, Panitia Tingkat Kecamatan, dan Panasihat terdiri dari Sad Tunggal/Catur Tunggal untuk Tingkat Provinsi, Kabupaten, dan kecamatan
Atas inisiatif tokoh – tokoh asal Bengkulu di Jakarta, dibentuk Panitia Pendukung Tuntutan Pembentukan Dati I Bengkulu dan di Palembang Yayasan Pembangunan Daerah Bengkulu.
Kenyataannya, Presidium bekerja secara kontinyu dan konsekuen, sehingga dapat memelihara hubungan dengan instansi-instansi Pemerintah, baik di Palembang maupun di Jakarta.
Dengan mengikuti ungkapan – ungkapan, baik dalam surat atau resolusi maupun pidato – pidato yang berkaitan dengan tuntutan agar daerah Bengkulu menjadi Provinsi berotonomi penuh, maka dapat disimpulkan bahwa yang merupakan motif dasar dari tuntutan tersebut adalah:
Keadaan prasarana dan perkembangan ekonomi daerah yang jauh dari apa yang diharapkan dari hasil perjuangan kemerdekaan.
Potensi sumber penghasilan daerah Bengkulu cukup banyak yang memungkinkan perkembangan ekonomi daerah.
Dengan menjadikan daerah Bengkulu berotonomi penuh, memberikan kesempatan untuk mengatasi keadaan prasarana dan mengembangkan ekonomi daerah dimaksud.
Tuntutan agar daerah Bengkulu menjadi provinsi yang berotonomi penuh mendapat sambutan dan dukungan massa yang luas, mulai tingkat daerah keresidenan, kabupaten sampai kecamatan.
Tuntutan dimaksud diungkapkan dengan surat atau resolusi oleh partai – partai dan organisasi massa, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II masing-masing, dan oleh gabungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II seluruh Keresidenan Bengkulu. Gerakan ini mengalami dua kali peningkatan dalam bentuk Musyawarah (kongres) Rakyat yang dihadiri oleh instansi – instansi Pemerintahan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II, partai-partai dan ormas-ormas dari daerah Bengkulu sendiri dan oleh tokoh-tokoh Bengkulu dari Jakarta. Tuntutan dari Pihak Rakyat Bengkulu dilakukan melalui dua cara:
1. Saluran hukum yang berlaku, dan
2. Tingkatan hirarki yang wajar.
Delagasi-delagasi yang dikirim selalu mendahulukan kunjungan ke Palembang untuk bertemu dengan Pemda Tingkat I Sumatera Selatan, Kodam IV/Swd, dan DPRD-GR Sumatera Selatan. Setelah itu, mereka berkunjung ke Jakarta untuk menemui DDN (khusus Ditjen PUOD) dan DPR-GR (khusus komisi B), kemudian kepada instansi-instansi lain yang terkait dan DPP Partai – Partai Politik. Delegasi – delegasi melakukan tugasnya, baik dalam jumlah yang besar maupun kecil hingga kadang-kadang memakan waktu 40 hari. Keselurahan telah dikirim tidak kurang dari 12 delegasi. Jika tujuan pada suatu tahap telah berhasil dicapai, mereka meningkat pada tahap berikutnya; setelah berhasil mendapatkan persetujuan prinsip dalam pembentukan Provinsi Bengkulu, mereka pun menuntut agar segera dikeluarkan Undang – Undang pembentukannya; lalu, setelah keluar Undang – Undang yang bersangkutan, mereka menuntut segara ditetapkan peraturan pelaksanaanya, kemudian menunjuk pejabat pimpinannya sampai kepada penentuan hari peresmian Provinsi Bengkulu. Delegasi pertama dikirim ke Jakarta pada tanggal 18 September 1964 sebanyak 11 orang di bawah pimpinan A. Wahid, Patih Purnawirawan, diperkuat 10 Orang dari Jakarta dan penasehat Ibu Fatmawati, dengan memakan waktu 40 hari.
Jangkauannya baru menjajaki pendirian dari DDN dan DPR-GR serta berusaha menghadap Presiden Sukarno, tetapi tidak berhasil berhubung beliau berada di luar negeri. Kesempatan tersebut mereka gunakan untuk menemui pimpinan pusat partai – partai politik untuk mendapatkan dukungan.
Delegasi ke II yang dikirim pada tanggal 25 Juli 1966 di bawah pimpinan Letkol. Syamsul Bahrun, Bupati Kabupaten Bengkulu Utara, terdiri dari 14 orang yang diperkuat Panitia Pendukung di Jakarta (10 orang) dengan memakan waktu 40 hari. Delegasi ini telah menemui Gubernur Kepala Daerah Provinsi Sumatera Selatan, H. Abuyazid Bustomi, Pangdam IV/Swd Brigjen.
Makmun Murod dan Dan Rem 41 Gamas, Kolonel Sulaiman Amin. Di Jakarta mereka berhasil menghadap Sek. Negara Mayjen. Alamsyah, Ketua DPR-GR, Menteri Utama Adam Malik, Pembantu khusus MDN, Eni Karim SH, Kepala Direktorat I Otonomi dan Desentralisasi DDN, Drs. Slamet Mulyono, Sekjen DDN, Sumarman SH, Ketua MPRS, Jendral Nasution dan MDN Letjen.
Basuki Rachmat. Delegasi berhasil mendapatkan persetujuan prinsip atas pembentukan Provinsi Bengkulu dari MDN yang dinyatakan dalam bentuk Nota tanggal 25 Agustus 1966, dipertegas dengan surat tanggal 29 Agustus 1966 no. Des. 52/3/48. Terakhir delegesi diterima oleh komisi B DPR-GR yang menjanjikan akan memberi bantuan sepenuhnya tentang tuntutan daerah Bengkulu menjadi Provinsi.
Paling akhir saudara Afandi Abidin sebagai delegasi ke XII menemui Dirjen. PUOD, Mayjen. Sunandar Priyosudarmo pada tanggal 7 November, yang menyampaikan keputusan tentang waktu peresmian Provinsi Bengkulu tanggal 18 November 1968 dan pengangkatan M. Ali Amin, SH, Wakil Gubernur Sumatera Selatan sebagai penguasa yang melaksanakan pemerintahan Provinsi Bengkulu dengan gelar Pd. Gubernur.
Di tingkat Provinsi Sumatera Selatan semua pejabat pimpinan provinsi melayani tuntutan Bengkulu menjadi provinsi dengan segala kebijaksanaan. Gubernur H. Ahmad Bastari tahun 1962 sewaktu berkunjung ke Bengkulu telah memberi nasihat dalam keinginan pemekaran daerah Bengkulu menjadi provinsi.
Gubernur H.A.J. Bustomi tahun 1965-1966 memberikan surat pernyataan persetujuan sebagai pengantar untuk delegasi menghadap DDN; Gubernur M. Ali Amin, SH tahun 1966-1967 memberikan bantuan dalam persiapan pembentukan Provinsi Bengkulu; dan Gubernur H. Ansawi Mangku Alam tahun 1968 melakukan penyerahan pemerintahan formeel dan matereel atas Provinsi Bengkulu.
Selain mereka, Panglima Kodam IV/Swd dan Danrem 41 Gamas telah memberikan tanggapan atas tuntutan pembentukan Provinsi Bengkulu dan atas pengusulan calon Gubernur untuk Kepala Daerah Tingkat I Provinsi Bengkulu.
DPRD-GR Provinsi Sumatera Selatan telah mengambil keputusan yang positif atas:
Surat Gubernur KDH Provinsi Sumatera Selatan tentang usul pembentukan Kersidenan Bengkulu menjadi Provinsi.
Surat MDN yang minta pertimbangan dan pendapat tentang hal tersebut.
Surat Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Bengkulu; dengan menetapkan dalam SK tanggal 27 November 1965 no. 20/DPRD GR-SS/1965: menerima baik hasrat Daerah bekas Keresidenan Bengkulu untuk meningkatkan Daerah tersebut menjadi Daerah Tingkat I, yang disalurkan melalui Panitia Persiapan Daerah Tingkat I Bengkulu dan menyetujui bekas Keresidenan Bengkulu dijadikan daerah Provinsi tersendiri.
Keputusan persetujuan ini kemudian diulangi dengan Keputusan DPRD-GR Provinsi Sumatera Selatan tanggal 8 Mei 1967 no. 12/DPRD-GR SS/1967. Komisi B DPRD-GR dalam menjalankan fact finding commission sehubungan dengan tuntutan menjadikan Bengkulu sebagai Provinsi, mendapatkan bahwa: mengenai Bengkulu, seandainya sudah terpisah dari Provinsi Sumatera Selatan, maka hal itu kalau dilihat dari segi-segi anggaran adalah justru menguntungkan Sumatera Selatan, sebab jumlah pendapatan yang diterima dari daerah tersebut adalah lebih kecil dari pada subsidi yang harus diberikan kepadanya.
Tuntutan Bengkulu menjadi daerah provinsi yang berotonomi penuh mengalami perkembangan di DPR-GR sebagai berikut:
Dengan amanat Presiden tanggal 12 Februari 1966 no. 1710/HK/1966 telah disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR-GR Rancangan Undang-Undang pembentukan Provinsi Administrasi Bengkulu.
Panitia Musyawarah dalam rapatnya tanggal 25 Januari 1967 memutuskan agar Rancangan Undang-Undang tersebut dapat segera dibicarakan dalam rapat golongan/kelompok yang merupakan pembicaraan Tingkat I. Pembicraan Tingkat I oleh kelompok/golongan mengenai Rencana Undang-Undang ini telah dilakukan pada tanggal 8 Februari 1967.
Pada tanggal 18 Februari 1967 Panitia Musyawarah memutuskan bahwa pembicaraan RUU tentang pemberitahuan Provinsi Administrasi Bengkulu ini dilanjutkan oleh Komisi “B” yang merupakan Pembicaraan Tingkat II ini dilakukan oleh: Komisi “B” tanggal 24 Februari 1967.
Di dalam pembicaraan terdapat 2 pendapat yang prinsipil, yaitu:
Apakah Bengkulu ini langsung menjadi daerah otonom seperti yang digambarkan RUU yang disampaikan oleh Komisi “B” sebagai penyempurnaan RUU yang diajukan oleh Pemerintah atau; Melalui peralihan yang berupa Provinsi Administratif. Untuk menentukan status tersebut maka diputuskan supaya dilakukan peninjauan ke daerah Bengkulu guna mendapat bahan – bahan yang diperlukan.
Selanjutnya diputuskan pula mengingat pentingnya RUU tersebut dan persoalannya sudah berjalan lama, maka prosedur pembicaraan dipersingkat yaitu dari Tingkat II langsung ke Tingkat V. Guna mendapatkan bahan – bahan dalam menentukan status yang akan diberikan kepada Daerah Bengkulu itu, maka pimpinan DPR-GR dengan surat keputusannya no. 12/prinsipil II/66-67 tanggal 26 April 1967 telah mengirimkan team peninjau yang terdiri dari 5 orang anggota komisi “B”.
Team peninjau (fact fanding) Komisi “B” DPR-GR dengan ketua rombongan Brigjen. Pol. Domo Pranoto, datang berkunjung ke Bengkulu pada tanggal 10 Mei 1967 dengan didampingi oleh staf DDN di bawah Dirjen PUOD, Mayjen. Sunandar Priyosudarmo dan Staf Pemda Sumatera Selatan dipimpin Residen d/p Mgs. A. Rachman. Team peninjau telah mengadakan pertemuan dengan Pemda Kabupaten Rejang Lebong dan Orpol/Ormas di Curup. Seterusnya pertemuan – pertemuan di Tes, Muara Aman, Lebong Donok, Talang Bunut. Selanjutnya, terjadi perkembangan sebagai berikut:
Laporan peninjauan komisi “B” ke daerah telah disampaikan kepada rapat pleno DPR-GR dengan kesimpulan antara lain menyetujui tuntutan Bengkulu menjadi provinsi otonomi penuh.
Pada tanggal 3 Juni 1967 Panitia Musyawarah memutuskan bahwa pembicaraan mengenai RUU tentang pembentukan Provinsi Bengkulu dilanjutkan lagi oleh Komisi “B” yang merupakan pembicaraan Tingkat V. Pembicaraan Tingkat V ini oleh Komisi “B” telah dilakuakn pada tanggal 10 Juni 1967. Dalam rapat ini disetujui bahwa kepada daerah Bengkulu diberikan status hak otonomi penuh meskipun di dalam pelaksanaannya melalui masa transisi yang diatur dalam peraturan pemerintah.
Atas dasar persetujuan tersebut pihak Pemerintah (Departemen Dalam Negeri) dengan suratnya No. Pemda 2/2/18, tanggal 7 Juli 1967, RUU oleh pemerintah telah diperbaharui. Atas RUU yang baru ini beberapa anggota Komisi “B” telah menyampaikan usul amandemen atau perubahan.
Pada tanggal 19 Juli 1967 komisi “B” melanjutkan lagi pembicaraan mengenai RUU tentang pembentukan Provinsi Bengkulu ini dan dalam rapat kerja Komisi “B” tanggal 19 Juli 1967 malam RUU tentang pembentukan Provinsi Bengkulu dalam prinsipnya sudah dapat disetujui dan segera dibawa ke dalam pembicaraan Tingkat VI.
Hanya guna menyempurnakan redaksinya maka telah dibentuk suatu panitia kecil yang terdiri dari pimpinan komisi “B” dan pemerintah (Departemen Dalam Negeri) yang bertugas menyempurnakan redaksi RUU tersebut. Panitia Kecil ini telah mengadakan rapat pada hari Senin tanggal 24 Juli 1967 dan berhasil menyelesaikan tugasnya. Dengan adanya kerjasama yang sangat baik antara Pemerintah dengan DPR-GR maka pembentukan Provinsi Bengkulu menjadi kenyataan.
Akhirnya Panitia Musyawarah pada tanggal 17 Juli 1967 memutuskan bahwa RUU tentang pembentukan Provinsi Bengkulu ini dianggap telah cukup matang dibawa ke dalam sidang Pleno untuk mendapatkan pengesahan.
Dalam rapat pleno DPR-GR tanggal 28 Juli 1967 telah diadakan pembicaraan mengenai RUU tentang pembentukkan Provinsi Bengkulu. Dalam tanggapan para anggota DPR-GR, Brigjen. Pol. Domo Pranoto (ABRI) mengemukakan antara lain: ”Telah beberapa kali DPR-GR mengesahkan Undang-Undang tentang pemekaran Daerah, baik tingkat I maupun Tingkat II tetapi daerah-daerah itu langsung menjadi provinsi atau kabupaten. Baru kali ini kita memekarkan daerah dengan suatu massa peralihan.” Ada dua hal yang menyebabkan:
- Karena kesulitan, terutama di bidang keuangan, yang harus dihadapi Pemerintah.
- Pengalaman-pengalaman dalam melaksanakan Pemekaran Daerah.
Rancangan Undang-undang tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu disahkan menjadi Undang – undang tentang pembentukan Provinsi Begkulu oleh DPR-GR tanggal 28 Juli 1967 hari Jumat dalam masa Persidangan ke IV Rapat Pleno terbuka ke 83; diundangkan dan disyahkan oleh Pj. Presiden R.I. tanggal 12 September 1967 menjadi Undang-Undang No. 9 tahun 1967; dimuat dalam lembaran Negara Republik Indonesia no. 19 tahun 1967.
DDN menghadapi tuntutan Bengkulu menjadi daerah provinsi yang berotonom penuh, seperti disampaikan dalam berbagai resolusi dari DPR-GR Tingkat II dan dari berbagai Orpol/Ormas di Keresidenan Bengkulu sejak akhir 1963 dan secara formil dikemukakan oleh Panitia Persiapan Daerah Tingkat I Bengkulu dengan surat tanggal 8 September 1964 No. 2/PP.1964, dengan mengambil kebijaksanaan yang hati-hati, seperti dinyatakan dalam nota Kepala Direktorat Otonomi dan Desentralisasi (DDN) tanggal 9 Agustus 1966 no. 1210?0D/I/66, bahwa bagi kemungkinan peningkatan daerah Bengkulu menjadi provinsi, adalah setelah ada persesuaian serta persetujuan dari DPR-GR Provinsi Sumatera Selatan dan Gubernur Kepala Daerah Sumatera Selatan. Dalam hal ini DPRD-GR Provinsi Sumatera Selatan, atas usul Gubernur KDH Sumatera Selatan untuk pembentukan Keresidenan Bengkulu menjadi satu daerah provinsi tersendiri dan atas permintaan DDN untuk mempertimbangkan dan pendapat mengenai hal tersebut, dengan keputusan tanggal 27 september 1965 no. 20/DPRD GR-SS/1965 memutuskan: ”Menyetujui daerah bekas Keresidenan Bengkulu dijadikan provinsi tersendiri.” Sementara itu, Gubernur Kepala Daerah Sumenatera Selatan dengan surat tanggal 10 desember 1965 no. Sekr.25 yo tanggal 28 Juli 1965 no. Sekr.4/364 memberi sokongan terhadap keinginan rakyat ex Keresidenan Bengkulu untuk meningkatkan daerah tersebut menjadi provinsi. Menghadapi hal ini, DDN masih mempertimbangkan alternatif-alternatif sebagai berikut:
a. Provinsi Administratif
b. Provinsi Otonom dengan melalui masa transisi
c. Provinsi Otonom penuh
Semula pada tahun 1966, yang diusulkan DDN kepada DPR GR adalah Rancangan Undang-Undang mengenai Provinsi Administratif (alternative a). Dalam perkembangan selanjutnya MDN menyatakan persetujuan prinsip atas pembentukan Provinsi Bengkulu dalam suratnya kepada Panitia Persiapan Daerah Tingkat I Bengkulu Tanggal 29 Agustus 1966 no. Des. 52/3/48.
Baru setelah ada hasil positif dari peninjauan (Fact Finding) ke daerah Bengkulu dari tanggal 10 sampai dengan 16 Mei 1967 oleh team DPR GR/Komisi B, Rancangan Undang – Undang untuk DPR GR diperbaharui dengan surat tanggal 7 Juli 1967 no. Pemda 3/2/18 untuk pemberian kepada daerah Bengkulu hak otonom penuh, yang dalam pelaksanaannya melalui masa transisi, seperti yang telah disahkan oleh DPR GR menjadi Undang-Undang tanggal 12 September 1967 no.9 tahun 1967 tentang pembentukan Provinsi Bengkulu.
Dengan selesainya Undang – Undang tentang pembentukan Provinsi Bengkulu tersebut untuk dapat melaksanakan undang – undang tersebut, DDN masih harus menyelesaikan Peraturan Pemerintahannya, yang memerlukan persetujuan Presiden. Hal ini cukup memakan waktu dan baru pada tanggal 5 Juli 1968 ditetapkan peraturan Pemerintah no. 20 tahun 1968 tentang berlakunya UU No. 9 tahun 1967 dan pelaksanaan pemerintahan di Provinsi Bengkulu.
Sementara mengurus penyelesaian PP ini, DDN telah menghadapi tidak kurang dari 3 kali dilegasi dari Panitia Persiapan Daerah Tingkat I Bengkulu yang terus mendesaknya.
Berkaitan dengan penyelesaian tuntutan Daerah Bengkulu menjadi provinsi yang berotonomi penuh ini, di samping soal pokok mengenai pembentukan provinsi itu sendiri, ikut muncul masalah:
- Masa peralihan sebelum Provinsi Bengkulu ditunjuk.
- Penunjukan pejabat pimpinan pemerintahan provinsi, sesudah provinsi Bengkulu dibentuk.
Kedua masalah tersebut cukup banyak membawa perbedaan pendapat.
Masa peralihan sebelum Provinsi Bengkulu dibentuk. Dari Presidium Persiapan Provinsi Bengkulu dengan suratJakarta dalam suratnya kepada MDN tanggal 28 Maret 1967. Sebaliknya, PPPPB mengusulkan agar ex Keresidenan Bengkulu secara darurat dipisahkan dahulu dari Provinsi Sumatera Selatan dan langsung di bawah DDN dengan dipimpin seorang wakil DDN dengan nama Komisaris, Gubernur Istimewa atau caretaker. Sebagai memenuhi usul tersebut Dirjen POUD (DDN) dalam surat tanggal 3 April 1967 no. Pemda 2/1/56 kepada Gubernur Kepala Daerah Sumatera Selatan Minta, sebelum UU pembentukan Provinsi Bengkulu agar SK DPRD-GR Provinsi Sumatera Selatan kepada ex Keresidenan Bengkulu diberikan fasilitas sepenuhnya untuk melaksanakan pembangunan daerah dan diberi kesempatan untuk langsung berhubungan dengan Pemerintah Pusat.
Setelah diterbitkan SK DPRD GR Provinsi Sumatera Selatan tersebut, maka MDN akan menunjuk seorang koordinator. Nyatanya usul koordinator Pembangunan dari PPPPB Jakarta ini ditentang oleh Presidium Persiapan Provinsi Bengkulu walaupun dalam suratnya tanggal 15 April 1967 No. 140/l1/p.B/67 kepada MDN dikatakan, sekira koordinator itu sifatnya sangat sementara, yakni beberapa bulan dan diberi wewenang penuh sebagaimana dimiliki oleh seorang Gubernur Kepala Daerah. Dengan perkembangan demikian Dirjen POUD (DON) dalam pembicaraan dengan delegasi Presidium Persiapan Provinsi Bengkulu tanggal 27 April 1967 menarik kembali usul Koordinator Pembangunan tersebut.
Penunjukan pejabat pimpinan pemerintahan provinsi sesudah Provinsi Bengkulu dibentuk. Semula dalam jajaran Panitia (Presidium) Persiapan Dati I Bengkulu, sudah ada kesepakatan dalam mengusulkan calon tunggal untuk pejabat pimpinan pemerintah Provinsi Bengkulu dibentuk (diresmikan) timbul suara – suara baik dari PPPPB Jakarta, maupun dari golongan lain yang memajukan calon lain.
Dalam menghadapi masalah ini, Dirjen POUD (DDN) kepada berbagai delegasi yang datang menghadap, menekankan bahwa kelahiran Provinsi Bengkulu adalah sebagian dari Negara RI, tetapi sebaliknya mengenai pejabat-pejabat (Gubernur) dapat silih berganti. Persoalan siapa yang diangkat sebagai Pj. Gubernur itu adalah persoalan Pemerintah, karena Pj. Gubernur itu adalah Petugas Pemerintah Pusat untuk daerah itu kelak dan wewenang sepenuhnya berada pada Pemerintah Pusat. Yang akan menjabat Pj. Gubernur adalah melaksanakan garis kebijaksanaan Pemerintah Pusat. Rakyat Bengkulu berkewajiban mengamankan kebijaksanaan Pemerintah ini.
Tanggal16 Oktober 1966 dimajukan usul agar sebagai persiapan menghadapi Provinsi Bengkulu dibentuk ditunjuk seorang caretaker Gubernur. Hal ini tidak mungkin dilakukan. Dalam hubungan ini, Gubernur kepala Daerah Provinsi Sumatera Selatan dalam suratnya tanggal 15 Oktober 1966 no. Sekr. 4/477 kepada MDN mengusulkan untuk mengadakan pembantu/penghubung Kepala Daerah Provinsi Sumatera Selatan khusus untuk ex Keresidenan Bengkulu, secara umum untuk tugas koordinasi dan pengawasan (satu dan lain kepala daerah) dan secara khusus untuk tugas persiapan pembentukan provinsi Bengkulu. Usul ini ditentang oleh Panitia Pendukung Pembentukan Provinsi Bengkulu (PPPPB). (MC M4)
1 Komentar