Ketua Komisi II DPRD Provinsi Jonaidi , Minta Disperindag Turun ke Perusahaan Bandel

Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu Jonaidi
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu Jonaidi

Bengkulu, jejakkeadilan.com– Adanya beberapa perusahaan yang masih terkesan membandel terkait harga Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang sudah ditetapkan pemerintah bersama pihak lainnya, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bengkulu melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) agar turun ke perusahaan-perusahaan pabrik CPO yang ada dalam wilayah Bengkulu.

Terlebih saat ini memang sudah diterbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 22 tahun 2022, tentang larangan sementara ekspor CPO, Refined, Bleached and Deoddorized Palm Oil, dan Used Cooking Oil.

Tetapi berkaitan dengan harga TBS, Pemprov juga telah menetapkan harga standar TBS kelapa sawit berkisar antara Rp 2.900 hingga Rp 3.800 per Kilogram (Kg).

Pernyataan itu diungkapkan Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu, Jonaidi, dalam keterangannya.

“Terkait penetapan harga standar itu, masih ada perusahaan yang terkesan membandel dengan membeli harga TBS kelapa sawit jauh dibawah harga tersebut. Makanya kita mendesak agar Pemprov dapat menurunkan OPD terkait, dalam hal ini Disperindag untuk melakukan operasi atau sidak ke perusahaan CPO yang membandel tersebut,” jelasnya pada Senin, (9/5/2022).

Ditegaskan, jika perusahaan bersikukuh tetap menurunkan harga TBS kelapa sawit, harus ada keterangan yang jelas. Mengingat penurunan itupun, harus bisa diterima pemerintah, yang tentunya juga harus dijelaskan atau dirincikan secara resmi.

“Dengan menurunkan OPD terkait itu nantinya, diharapkan perusahaan dapat melakukan penyeragaman dalam harga TBS kelapa sawit ini di tingkatan petani,” terangnya.

Selain itu ia menambahkan, Pemda juga harus tegas kepada perusahaan dalam hal mempublikasikan harga TBS, sehingga menjadi transparan. Pasalnya saat ini beberapa perusahaan sudah ada yang membeli TBS kelapa sawit seharga Rp 2.200 hingga Rp 2.300 per Kg.

Hanya saja faktanya harga tersebut tidak sampai ke petani.

“Kita menduga ada indikasi permainan harga ditingkatan toke atau tengkulak di arus bawah. Kita memahami para toke itu berbisnis, tapi hendaknya jangan terlalu jauhlah mencari keuntungan dengan mencekik harga ditingkat petani. Makanya kita menilai transparansi harga ini dinilai sangat penting,” pungkas Jonaidi. (ADV)

Tinggalkan Balasan

2 Komentar

  1. Ping-balik: fuck girl
  2. Ping-balik: dinheiro empreendedor