Papua, jejakkeadilan.com– Sejumlah Tokoh Pemuda Deiyai merasa kecewa dengan pembagian Kursi Majelis Rakyat Papua Tengah (MRPT).
Setelah mengikuti tahapan sosialisasi pada Rabu, 19 April 2023 di Aula Distrik Tigi Deiyai Papua Tengah. Timsel menjelaskan Kabupaten Deiyai dan Intan Jaya mendapatkan 2 (dua) kursi sedangkan 6 (enam) Kabupaten lainnya di Papua Tengah mendapat alokasi 4 (empat) kursi.
Kepala media ini, Tokoh Pemuda Deiyai Ruben Mote , S.Ip mengungkap rasa kekecewaan, ” pembagian kuota MRPT sangat tidak adil sebab Deiyai dan Intan Jaya hanya 2 (dua) kursi sedangkan 6 (enam) Kabupaten lainnya mendapakan 4 (empat) kursi maka perlu ditinjau ulang soal pembagian kuota MRPT. Hal ini ditegaskan Tokoh Intelektual Muda Deiyai Ruben Mote, S. IP. Jumat, ( 21/4).
“Aneh sekali, di Kabupaten Deiyai dan Intan Jaya pembagian kursi hanya mendapatkan ( dua) 2 sedangkan 6 (enam) kabupaten lainnya peroleh 4 (empat) kuota MRPT , hal ini sangat tidak adil,”tegas eks Tim Seleksi MRP itu.
Mestinya Panitia tim seleksi mengedepankan kajian ilmiah secara kredibel lalu menentukan alokasi kursi secara adil.
“Kami sebagai tokoh pemuda pertanyaan kepada tim seleksi, kajian apa yang digunakan dalam pembagian jata kursi MRPT, jika tidak didasari pada kajian ilmiah tentu ada upaya kesengajaan untuk mengabaikan hak-hak kami sebagai warga Deiyai dan Intan Jaya “ujarnya.
Sebenarnya, jika dipatokan pada data penduduk maka Kabupaten Nabire dan Mimika itu mayoritas non-Papua sedangkan OAP masih minoritas . Deiyai dan Intan Jaya di dominasi pemilik negeri sendiri maka alokasi kursi mestinya kedua Kabupaten tersebut diutamakan lebih dari Nabire dan Mimika. Pihaknya meminta Dinas Badan Kesatuan Bangsa dan Politik dan Penjabat Gubernur Papua Tengah agar meninjahu kembali alokasi kursi MRPT.
“Kehadiran Daerah Otonom Baru (DOB) untuk menjawab ketertinggalan dan menjadikan pemilik negeri jadi tuan di negeri sendiri dari semua aspek maka kami meminta kepada Penjabat Gubernur Papua Tengah segera meninjau kembali hasil pembagian kursi MRPT yang kami anggap ada upaya mengabaikan hak-hak warga Intan Jaya dan Deiyai,” tegas Ruben Mote kepada media ini melalui sambungan seluler.
Ini Provinsi Baru maka meletakan landasan yang baik demi kedepan agar proses seleksi berjalan baik dan dapat diterima oleh semua pihak sebagai warga Papua Tengah. Sementara itu dari tempat yang berbeda Tokoh akademisi asal Intan Jaya Krismas Bagau, menanggapi terkait pembagian kuota MRPT. Salah satu persoalan terjadi dalam perekaman E-KTP bagi orang asli Intan Jaya saat ini. Masyarakat Intan Jaya saat ini belum merata merekam E- KTP karena tiga tahun pasca konflik Intan Jaya sejak 2019-2023 berkantor di nabire, “Kata Crismas Bagau melalui Keterangan tertulis kepada media ini, pada Sabtu, (22/4).
Saat ini, Kata Bagau, masa jabatan PJ Apolos Bagau berusaha untuk semua ASN Berkantor di Intan Jaya untuk melakukan kegiatan pemerintahan.
“Di Kabupaten Intan Jaya saat ini sudah mulai berkantor di Intan Jaya dan mulai kerja pada tahun 2023. Ini artinya banyak masyakarat kabupaten Intan Jaya tersebar di Nabire dan Timika mulai kembali ke Intan Jaya sehingga perekaman E-KTP akan meningkat. Sejak konflik masyarakat Intan Jaya memiliki KTP di Timika, Nabire dan di kabupaten lain sehinga kurang jumlah penduduk di kabupaten Intan Jaya saat ini, “tulis Akademisi USWIM asal Intan Jaya itu.
“Untuk itu, Pada periode pertama seleksi MPRT ini perlu adanya seleksi dan alokasi penetapan kursi harus dibagi rata, “desaknya.
Kabupaten Nabire dan kabupaten Timika adalah kabupaten Minioritas karena Orang asli papua dan orang pendatang sama-sam murti Minioritas sementara Kabupaten Intan Jaya dan kabupaten Deyai adalah kabupaten yang mayoritas orang asli papua dan terbanyak.
“Perlu kita ketahui bahwa orang asli papua di Kabupaten Intan Jaya, Dogiyai, Deyai, Paniai adalah kabupaten yang mayoritas orang asli papua. Sementara Nabire dan Timika ada multi Minioritas terhadap orang asli papua dan pendatang, “jelas Bagau.
Untuk itu, perlu ditinjau kembali penetapan kursi MPRT ini. Agar supaya tidak menjadi korban di Kabupaten Intan Jaya dan Deyai. Kursi pertama di MPRP perlu letakan dasar jelas untuk melindungi orang asli papua.
3 Komentar