PACARAN; MOMENTUM-FORMATION PERSIAPAN PERKAWINAN

Nama: Kamilus Didimus Wao

Universitas Widya Madira Kupang

Bacaan Lainnya

Program studi: Ilmu filsafat

Abstrak

            Manusia dari naturanya adalah makhluk sosial, karena ia hidup dalam komunitas sosial. Di dalam komunitas itu saling ketergantungan antara persona dan persona yang lain sangatlah mungkin akan terjadi. Ketergantungan itu memiliki aneka tujuan, tujuan yang sesuai dengan kepribadian manusia itu sendiri yakni ingin ditemani, dikasihi, diperhatiakan atau dihargai dan lain-lain. Semuanya itu memiliki nialai dan maknanya tersendiri bagi orang yang menjalankan hubungan itu. Di jaman sekarang ini, hubungan itu biasa disebut sebagai pacaran. Pacaran merupakan sebuah tahap pengenalan antara laki-laki dan perempuan. Tujuan dari pacaran adalah supaya saling mengenal atau memahami apa keinginan dari masing-masing pribadi. Sebab kita manusia pada dasarnya adalah makhluk yang memiliki perbedaan dan keunikan masing-masing. Pacaran juga sebagai tahap pengenalan akan makna panggilan seseorang ada di dunia. Jadi pentingnya masa pacaran sebelum ketahap selanjutnya yakni pernikahan.

Kata kunci; pacaran, persiapan, pengenalan, panggilan

Pendahuluan

            Keluarga merupakan bentuk dari hubungan antara pribadi-pribadi yakni ayah,ibu dan anak. Ayah dan ibu disatukan dalam sakramen perkawinan. Sehingga dari perkawinan itu akan menghadirkan manuisa baru yang disebut anak. Sebelum ketahap pernikahan ayah dan ibu tentu terlebih dahulu menjalani masa pacaran. Pacaran adalah salah satu tahap awal dalam membenah hubungan antara suami dan istri.

Laki-laki dan perempuan adalah simbol dari Kristus dan Gereja. Jadi pernikahan adalah kudus adanya, tak terceraikan dan satu untuk selamanya. Sesungguhnya pernikahan yang ideal itu, yakni tejalinnya hubungan badan dan jiwa antara laki-laki dan perempuan. Sebab di sana akan adanya proses saling melengkapi. Karena sesungguhnya manusia adalah makhluk yang tidak sempurna, mahkluk yang selalu membutuhkan bantuan dari luar dirinya untuk mempelancar kehidupannya.  

Pembahasan

Masa pacaran adalahh masa pengenalan

            Fenomena aktual menujukan bahwa masa pacaran merupakan sebuah etapa yang dibiar bebas inisiatif setiap orang, tampa adanya pendampingan baik oleh masyarakat maupunn komunitas gerejawi. Bahkan masa pacaran diangap sebagai “zona prifat” kaum muda. Pacaran itu dijalankan secara mutlak personal tampa adanya intrvensi dari pihak luar. Dengan realitas seperti ini memungkinkan kaum mudah untuk secara bebas memilih pasangannya, dan dengan bebas juga bepasangan secara tidak bertanggungjawab, hal ini yang akan menimbulkan dampak negatif bagi relasi mereka. Sebenarnya masa pacaran merupakan sebuah momentum yang sangat baik bagi keduanya anatara “cowok dan cewek”. Hal ini akan menjadi penentu dalam kehidupan mereka kedepannya. Sebagai pasangan suami dan istri yang saling membutuhkan dan melengkapi dalam kekurangan dan kelebihan atau perbedaan yang ada diantara mereka.

Kualitas dan komitmen dalam berpacaran sengatlah menentukan hidup perkawinan, dalam membangun rumah tangga baru oleh pasangan tersebut. Oleh karena itu hendaklah dijalankan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh tanggung jawab. Sebelum menentuhkan atau memilih untuk menika. Sebab keputusan yang telah kita ambil itu akan menetukan masa depan kehidupan kita dan pasangan kita nantinya.

Masa pacaran adalah masa untuk persiapan perkawinan

            Pacaran merupakan sebuah relasi yang memperdalam pengenalan satu sama lain, antara pria dan wanita. Selain itu juga untuk memverifikasi kematangan psikologi dan manusiawi seseorang. Dalam hal saling melengkapi dan penyerahan diri yang bebas oleh keduanya. Dengan pengelaman demikian memabantu masing-masing pasangan untuk berlahan-lahan menemukan kepalsuan dan keaslian dan kemungkinan  untuk dapat membagun sebuah relasi permanen dengan sebuah cinta yang matang. Jatuh cinta sebagai tahap awal bagi mereka untuk saling mengenal. Tetapi itu tidak cukup karena penganalan yang baik itu butuh waktu dan banyak kesempatann untuk bersama. Dengan demikian masa pacaran merupakan masa yang penting, sebuah moment konstitutif bagi hidup perkawinan dan berkeluarga. Sebab sukses atau gagalnya sebuah pernikahan tergantung bagaimana mereka mengenal dan mencintai selama masa pacaran. Keterburukan, Kesetiaan, kejujuran dan tanggungjawab selama masa pacaran sengat menentukan, kuat atau kokohnya hidup perkawinan di masa depan.

Masa pacaran adalah masa untuk menemukan akan panggilan

            Secara manusiawi, masa pacaran adalah masa pencarian akan makna panggilan seseorang ada di dunia ini. Melalui masa pacaran keduanya menemukan dan menetapkan jawaban mereka akan panggilan Kristus, dalam membangun keluarga kristiani yang berkarakter dan berbasiskan Agape Kristus. Cinta Kristus adalah cinta yang murni yang tidak menuntut balasan dari orang yang mendapatkan cinta-Nya itu. Cinta yang diidentikan dengan pemberian diri yang utuh dari si pemberi kepada orang lain yang membutuhkan. Kristus yang telah memberikan cinta-Nya kepada umat manusia dengan cara; Ia datang, tinggal dan mati untuk manusia yang Ia cintai. Cinta yang besar yang harus ditunjukan dengan penyerahan diri yang total.

            Cinta yang dibangun dalam masa pacaran yakni cinta yang unik, cinta yang sesuai dengan realitas manusia sebagai makhluk yang unik. Allah menciptakan manusia secara unik, hanya manusia yang Allah ciptakan dengan “ruah” (penghembusan roh-Nya). Mertabat manusia adalah “imago dei”. Manusia diciptakan secitra dengan Allah hal ini mau menekankan akan prinsip keberadaan manusia sebagai makhluk yang mempunyai tanggung jawab dalam membangun relasi yang baik dengan setiap orang yang ada di sekitarnya.

            Relasi itu diwujudnyatakan oleh setiap insan dalam hidup bersama dengan orang yang ia cintai. Dalam keunikan pria dan wanita disatukan dalam sebuah relasi, yang masing-masing harus melengkapi satu sama lain. Proses penciptaan manusia, Adam yang diciptakan dari tana dan dari Roh Tuhan, beserta Hawa yang diciptakan dari tulang rusuknya Adam. Hal ini mau menujukan bahwa perempuan diciptakan “separuh dari laki-laki” (dalam terjemahan moderen). Sebuah relasi yang bukan dibangun atas prinsip dominasi atau superioritas. Melaikan dijiwai olehh prinsip cinta-kasih, kesetaraan, saling menghargai dan memperhatikan satu sama lain. Hal ini ditujukan dengan ekspresi bahwa “pria harus menerima wanita sebagai “hadiah” atau “anugerah dari Allah” dan sebaliknya wanita harus menerima pria sebagai hadiah yang telah diberikan oleh Allah.

            Relasi cinta sebagai perwujudan panggilan Tuhan, yang harus diterima tampa harus menutut kelebihan atau kesepurnaan dari pasangannya. Sebab sesunggunya setiap manusia di ciptakan dalam keunikan dan perbedaan yang harus terus delengkapi oleh orang lain. Dengan begitu kesempurnaan akan terwujud. Dalam keunikan setiap insan disatukan agar saling melengkapi dalam perbedaan dan disatukan dalam kebersamaan. Dengan relasi cintai yang hendak dibangun dalam setiap kehidupan.

Masa pacaran bukan sebagai masa eksprimen seksual

            Pacaran merupakan masa  pencarian teman hidup dan lebih tepatnya teman hati. Menjadi teman dan sehabat dalam membangun relasi diperlukan kesetiaan, kejujuran dan penyerahan diri. Untuk itu dalam menghadapi situasi seprti ini seseorang yang ingin hidup bersama dengan orang lain, di tuntut untuk menghindari dari egoisme da nasfu pribadi. Dengan egoisme dan nafsu pribadi seseorang akan menutut pasangannya untuk penyerahan diri yang berlebihan sehingga pada akhirnya berujung pada hubungan seks. Hubungan yang hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami-istri yang telah menika secara sah. Keindahan dalam sebuah perkawinan yang teah direncanakandan telah mencapai kesepakatan bersama dari pasangan tersebut adalah kemurnian dan kesucian diri dari laki-laki dan perempuan.

            Zaman sekarang seringkali sesorang mengatasnamakan cinta dan kesetiaan maupun penyerahan diri dengan sebuah ekspresi atau melakuakn hubungan seksual. Hal ini dilakukan layaknya pasangan yang telah menilka secara sah. Padahal sesungguhnya perwujudtan cinta, kejujuran dan kesetiaan tidak harus dilakukan dengan berhubungan seks, tetapi dengan adanya saling berpengertia, menghargai, saling melindungi dan lain-lain. Itulah perwuudan dari cinta yang haris terus dibagun dalam menjalani sebuah hubungan.

            Dalam tindakan etis jika kedua pasangan mengekspresikan bahwa hubungan seksual merupakan perwujudan intimitas dan cinta satu sama lain.  Sementara relasi cinyta personal mereka masih kurang  ataupun relasinnya sudah penuh atau sudah sangat besar. Hal inipun tidak perna terizinkan untuk melakuakan hubungan seks. Sebab persetubuhan merupakan ekspresi seksual yang menindikasikan adanya sebuah ikatan dan relasi yang permanen dan autentik dari pasangan tersbut. Hubungan sesual merupakan hak eksklusif dan prerogratif suami–istri yang memiliki ikatan perkawinan yang sah. Tidaklah benar bahwa relasi seksual adalah tindakan perwujudtan cinta yang konkrit.

            Relasi seksual pada masa pacaran, mejadi trik manipulasi pelempiasan hasrat seksual-libido semata. Sering terjadi pasangan yang telah melakukan relasi seks pada masa pacaran akan berujung tragis karena penyesalan yang berlebihan. Akibatnya juga akan menimbulkan luka yang sangat mendalam ketika relasi persehabatan atau masa pacaran mereka pupus di tengah jalan. Bahakan lebih paranya lagi akibat dari tindakan itu akan mengakibatakan kehamilan yang tidak diinginkan dan akan berdampak pada abrosi atau kejahatan moral lainnya. Maka secara etis tidakalah benar dalam situasi normal sebuah pasangan melakukan hubungan seksual sempurna (persetubuhan) pada masa cinta yang belum sempurna (masa Pacaran).

Penutup

            Masa pacaran adalah kesempatan untuk mempersiapkan diri dari segalah sesuatu yang berkaitan dengan masa depan, hidup perkawinan dan hidup berkeluarga. Persiapan itu tidak hanya bersifat aspek seksual, melainkan juga aspek-aspek yang lain; biologis, ekonomi, bahkan spiritual. Cinta manusiawi pada hakatnya tidaklah sempurna. Maka perluh sebuah proses pembelajaran yang cukup panjang, untuk saling mengenal satu sama lain dari pasangan itu. Cinta itu juga bersifat progresif, butuh proses, butuh waktu dan butuh komitmen serta penyerahan diri yang total. Sehingga dapat tercapai sebuah cinta sejati dan otentik yang dihidupi secara permanen dan definitif dalam dan melalui hidup perkawinan.

            Perkawinan harus berdasarkan pada cinta yang kuat dan diharapkan dari pasangan itu yakni harus terus menyempurnakan cinta itu dalam perjalanan panggilan sebagai suami-istri. Perkawinan pada dasarnya sebagai penyatuan suami dan istri seerat mungkin serta membawa kegembiraan bagi keduanya. Maka pentingnya masa pacaran bagi pasangan suami dan istri, untuk terciptanya kejujuran dan ketulusan cinta dari masing-masing pasangan. Serta dengan pacaran akan terjadinya perjumpaan, dialok, kesetiaan, komitmen dan tanggung jawab sehingga akan bermuara pada cinta yang sejati.

SUMBER

R. Hardawiryana (perjemah) Dokumen Gerejawi No. 30, Familiaris Consortio (keluarga), Depertemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, 2005.

Yohanes D. Jeramu, Modul Kulia; Teologi Moral Perkawinan dan Keluarga Kristiani, Fakultas Filsafat, Universitas Widya Mandira Kupang, 2020.

Tinggalkan Balasan