Anggota Komisi III: Restorasi Polri, Harapan itu Masih Ada

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, menegaskan pentingnya reformasi institusi Polri sebagai langkah kritis untuk memenuhi harapan masyarakat dalam melindungi, mengayomi, dan menegakkan hukum secara profesional.

Jakarta, JejakKeadilan.com – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, menyikapi secara mendalam upaya reformasi institusi kepolisian yang terus digalakkan demi meningkatkan kualitas pelayanan serta penegakan hukum. Transformasi Polri dilakukan sebagai respons terhadap ekspektasi masyarakat untuk mewujudkan lembaga yang melindungi, mengayomi, melayani, sekaligus profesional dalam tugasnya.

Menurut Nasir Djamil, reformasi Polri mulai terwujud melalui penerapan konsep Promoter (profesional, modern, terpercaya) dan Presisi (prediktif, responsibilitas, transparansi berkeadilan) sebagai landasan operasional. Namun, ia menyoroti pentingnya pendekatan restorasi sebagai langkah utama dalam mengatasi berbagai tantangan institusional.

Bacaan Lainnya

Restorasi, sebagaimana dijelaskannya, bertujuan untuk memulihkan “kondisi sakit” dalam tubuh Polri menjadi kembali “sehat.” Upaya ini menekankan perlunya penilaian menyeluruh atas berbagai kelemahan struktural sembari membangun sistem yang lebih ideal berdasarkan prinsip meritokrasi.

Nasir juga mengingatkan bahwa reformasi kelembagaan Polri telah dimulai sejak pemisahan dari ABRI, langkah yang dipuncaki oleh kebijakan mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang menempatkan kepolisian di bawah kendali langsung Presiden. Langkah tersebut kemudian diresmikan menjadi bagian dari sistem hukum melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dikeluarkan pada masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri. Dengan posisi independensi yang jelas ini, Polri memiliki peluang lebih besar untuk menetapkan arah kebijakan secara mandiri serta humanis sesuai dengan peran utamanya.

Perlu dicatat pula bahwa Polri kini diakui sebagai salah satu pilar keberlanjutan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Restorasi bukan hanya tentang memperbaiki kesalahan struktural tetapi juga membangun budaya kepemimpinan yang mampu menjadi panutan dalam institusi. Hal ini bertujuan menciptakan atmosfer kerja yang responsif terhadap tantangan masa depan sekaligus lebih akomodatif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pun telah membentuk Tim Transformasi Reformasi Kepolisian guna menjalankan evaluasi internal. Agenda ini mencakup upaya memulihkan serta mengembalikan sistem karir personel agar lebih ideal berdasarkan prinsip meritokrasi. Langkah-langkah evaluasi tersebut harus dilakukan secara serius, diikuti kebijakan struktural untuk memastikan keberlangsungan sistem karir yang profesional dan berintegritas.

Dalam survei terbaru oleh GoodStats 2025, terungkap bahwa 80,5 persen masyarakat menginginkan Polri yang lebih bersih dari praktek pungli dan suap. Sebanyak 70,1 persen responden mendambakan institusi yang adil, profesional, serta tidak diskriminatif. Sementara itu, sebanyak 39,1 persen masyarakat berharap agar Polri lebih humanis dan semakin dekat dengan publik. Survei tersebut mencerminkan tuntutan luas terhadap transformasi institusi kepolisian demi memenuhi aspirasi rakyat.

Menjawab harapan publik ini membutuhkan kepemimpinan yang visioner serta komitmen untuk melakukan perubahan budaya organisasi secara mendalam. Restorasi berbasis pembaharuan kultur bertujuan menumbuhkan prinsip hukum yang lebih responsif terhadap dinamika sosial sekaligus mempersiapkan Polri menghadapi berbagai tantangan di masa mendatang.

Nasir Djamil menutup pernyataannya dengan menyampaikan harapan besar agar slogan “Polri untuk masyarakat,” yang sering terlihat di spanduk di sekeliling kantor polisi, menjadi wujud nyata yang dapat dirasakan oleh rakyat tanpa terkecuali. (JK)