Pelatihan Konseling Sebaya di UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu: Bekali Mahasiswa Atasi Isu Kesehatan Mental

Peserta antusias mengikuti simulasi konseling sebaya di Aula Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu.

Bengkulu, JejakKeadilan.com – Laboratorium Counseling Center dari Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam (BKI), Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, Universitas Islam Negeri (UIN) Fatmawati Sukarno Bengkulu, sukses menyelenggarakan Pelatihan Konseling Sebaya 2 bertema “Buka Hati, Temukan Solusi: Konseling Sebaya untuk Isu Kesehatan Mental Remaja” pada Jumat (31/10/2025).

Kegiatan ini menjadi bukti nyata komitmen UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu dalam meningkatkan literasi kesehatan mental sekaligus mengasah kompetensi mahasiswa agar mampu menghadapi berbagai tantangan sosial dan psikologis masa kini melalui pendekatan konseling Islam yang adaptif.

Bacaan Lainnya

Bertempat di Aula Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, pelatihan ini diikuti oleh asisten laboratorium serta mahasiswa BKI. Selama kegiatan berlangsung, para peserta mendapatkan pembekalan terkait keterampilan dasar konseling sebaya, mulai dari teknik mendengarkan dengan empati (empathy listening), komunikasi suportif, hingga cara memberikan bantuan kepada teman sebaya yang mengalami tekanan psikologis ringan.

Hadir dalam acara tersebut adalah Koordinator Program Studi BKI, Dilla Astarini, dan Kepala Laboratorium Counseling Center, Dr. M. Nikman Naser, M.Pd., yang secara resmi membuka kegiatan ini. Tak hanya itu, pelatihan ini juga dimeriahkan oleh dua narasumber berkompeten, yakni Asti Haryati, M.Pd., dosen BKI dari UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu, serta Mayang T. Afriwilda, M.Pd., dosen Bimbingan dan Konseling Universitas Bengkulu.

Asti Haryati menegaskan pentingnya konseling sebaya sebagai pendekatan efektif dalam menangani permasalahan mahasiswa. Ia menyampaikan, “Mahasiswa membutuhkan ruang aman untuk menyampaikan cerita dan menerima dukungan emosional. Konseling sebaya memungkinkan mereka saling membantu berdasarkan kedekatan usia dan pengalaman hidup.”

Para peserta sangat antusias mengikuti berbagai sesi interaktif yang disajikan selama pelatihan. Beberapa di antaranya melibatkan workshop active listening, simulasi konseling sebaya, hingga refleksi kasus. Selain itu, peserta juga dibimbing untuk memahami batasan peran konselor sebaya serta kapan harus melakukan rujukan kepada profesional di bidang kesehatan mental.

Nur Iliyin, seorang mahasiswi semester lima yang menjadi salah satu peserta pelatihan, mengungkapkan pengalamannya. “Dari pelatihan ini saya belajar arti menjadi pendengar yang empatik. Saya jadi paham bahwa terkadang teman tidak butuh solusi langsung, tapi lebih memerlukan seseorang yang mau benar-benar mendengarkan dengan hati.”

Pelatihan ini tidak hanya berfokus pada pengasahan keterampilan teknis, tetapi juga menanamkan nilai-nilai penting seperti empati, tanggung jawab sosial, sensitivitas budaya, serta spiritualitas Islam untuk diterapkan dalam praktik konseling.

Dengan mengusung tema “Buka Hati, Temukan Solusi,” kegiatan ini diharapkan mampu memperkuat jaringan dukungan psikososial di lingkungan kampus sekaligus memperkaya kepedulian masyarakat terhadap isu kesehatan mental. Kegiatan ini menjadi langkah awal menciptakan generasi muda yang lebih peduli, tangguh, dan siap menghadapi beragam tantangan mental di era modern.(Adv)